Senin, 15 Maret 2021

Kisah Hikmah ( Aqidah Akhlaq Kelas 5 ) Hal : 127

 

Kisah Hikmah

Sahabat Nabi Muhammad Saw Sya’ban yang Menyesal  Saat Sakaratul Maut

Sya’ban r.a seorang sahabat Rasulullah Saw, yang selalu datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah. Posisi pojok masjid yang paling ia sukai untuk shalat berjama‟ah atau i‟tikaf. Dengan alasan, supaya ia tidak mengganggu atau menghalangi para sahabat lain yang ingin melakukan ibadah di masjid. Rasulullah Saw juga orang lain memahami kebiasaan yang dilakukan oleh sahabat Sya’ban r .a. 

Pada suatu pagi, saat shalat subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah Saw merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban r.a pada posisi seperti biasanya.

Rasulullah Saw bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat Sya’ban r.a.

Shalat subuh sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga. Karena khawatir shalat subuh kesiangan,

Rasulullah Saw memutuskan untuk segera melaksanakan shalat subuh berjamaah. Hingga shalat subuh selesai Sya’ban belum datang juga.  Selesai shalat subuh Rasulullah Saw bertanya lagi “Apakah ada yang

mengetahui kabar Sya’ban?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawab.  Rasulullah Saw bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis di mana rumah Sya’ban.  Rasulullah Saw sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, lalu meminta diantarkan ke rumah Sya’ban.  Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan berjalan kaki.

Akhirnya, Rasulullah Saw dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah Saw. “Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.  “Bolekah kami menemui Sya’ban r .a, yang tidak hadir shalat subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasulullah Saw. Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban r .a menjawab “Beliau telah

meninggal tadi pagi”.  “Innalilahi Wainnailaihirojiun” jawab semuanya. Satu-satunya penyebab Sya’ban tidak hadir shalat subuh di masjid adalah karena ajal menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban r .a bertanya “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan masing-masing teriakan disertai satu

kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”   “Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah Saw. “Di masing-masing teriakannya, dia berucap kalimat „Aduh, kenapa tidak lebih

jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban. Rasulullah Saw melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22:

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”

“Saat Sya‟ban r .a dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah Swt. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah Swt. Apa yang dilihat oleh Sya‟ban r.a (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang ajam itu Sya‟ban r.a melihat suatu adegan tentang kesehariannya, dia pergi pulang ke masjid untuk shalat berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu tu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya‟ban r .a diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah Saw. Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat lalu berucap, “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya‟ban r.a, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan ebih indah.  Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya‟ban r.a melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju agi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya‟ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.

Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya‟ban meerasa iba dan segera membuka baju yang paling luar untuk dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat subuh bersama-sama. Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah.

Syaban r.a kemudian melihat indahnya surga sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi  penyesalan di benak Syaban r.a. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru. Berikutnya, Syaban r.a melihat lagi suatu adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. Bagi yang pernah ke Tanah Suci tentu mengetahui ukuran roti Arab (sekitar tiga kali ukuran  rata-rata roti Indonesia). ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Syaban r.a merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama pula, kemudian mereka makan bersama-sama. Allah Swt kemudian memperlihatkan Syaban r.a dengan surga yang indah Ketika melihat itupun Syaban r.a teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Syaban r.a kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat surga yang lebih indah. Masya Allah, Syaban bukan menyesali perbuatannya melainkan menyesali mengapa tidak optimal .

Sesungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang meminta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas akibat dari semua perbuatannya di dunia.

Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan.